Pengertian Hukum Ohm, Bunyi Hukum Ohm dan Rumus Hukum Ohm Lengkap

Rumus hukum ohm dan bunyi hukum ohm adalah salah satu ilmu dasar yang wajib diketahui oleh siapa saja yang ingin menggeluti dunia elektronika dan fisika. Baik itu akademisi, praktisi maupun hobi.

Secara singkat, hukum ohm terdiri dari persamaan antara Arus listrik, tegangan listrik, dan hambatan listrik. Istilah hukum ohm dalam bahasa inggris dikenal dengan Ohm Laws.

Pada dasarnya hukum ohm disebut dengan persamaan V = I.R. Namun di sisi lain istilah “ohm” sendiri berupakan konstanta dari nilai hambatan, yang hambatan ini juga akan bergantung pada nilai Tegangan dan arus.

Sebelum mengenal lebih jauh tentang apa itu hukum ohm dan bagaimana penerapannya, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu beberapa analogi yang terkait dengan hukum ohm ini.

Kita ambil contoh dari aliran air atau aliran pipa yang mengalir yang dipengaruhi oleh gravitasi bumi, misalnya air terjun, atau air dari pipa yang dialirkan ke bawah melalui kran. Jika semakin tinggi aliran pipa yang mengalir atau air terjun yang mengalir, maka tentu arusnya akan semakin deras.

Dalam hukum ohm, hal ini dapat dianalogikan sebagai arus listrik. Sebaliknya jika aliran pipa sedikit dimiringkan, atau semakin rendah dari benda yang dialiri air dibawahnya, maka arus air akan semakin kecil.

Nah, sekarang pada pipa air yang mengalir terdapat diameter bukan? semakin besar diameter pipa, maka aliran air juga akan semakin banyak. Nah pada hukum ohm, diameter pipa tersebut dapat dianalogikan sebagai tegangan listrik.

Sedangkan hambatan listrik dapat kita analogikan sebagai kran air itu sendiri. Semakin kecil keran diatur, maka hambatan air akan semakin besar sehingga aliran air dan arus air pun akan semakin kecil. Begitu juga dengan hukum ohm, semakin besar hambatan listrik, maka tegangan dan arus listrik juga akan semakin kecil.

Sejarah hukum ohm

Sejarah hukum ohm secara singkat dimulai dari seorang berkebangsaan Jerman yang bernama Georg Simon Ohm (1789-1854). George Ohm lahir dari keluarga yang sederhana, namun semangatnya dalam mempelajari dunia fisika dan matematika menjadikannya seorang Ilmuwan yang berprestasi. Berkat bimbingan ayahnya dan mengikuti banyak pelatihan-pelatihan disekolah, Georg ohm berhasil mengembangkan beberapa percobaan di tempat Ia mengajar, yaitu Labolatorium Jesuit College of Cologne.

Pada tahun 1827, Gorg Simon Ohm mempublikasikan beberapa penemuannya pada paper yang berjudul “Die Galvanishe Katte, Mathematisch Bearbeitet”. atau dalam paper bahasa inggrisnya “Galvanic Circuit Investigated Mathematically”, atau Sirkuit “Galvanik Diselidiki secara Matematis”. Pada paper tersebut, Georg Ohm menemukan dua fakta penting:

  1. Apabila terdapat hambatan yang tetap, maka arus akan berbanding lurus dengan tegangan. Artinya apabila tegangan naik, maka arus pun akan ikut naik dan sebaliknya.
  2. Apabila tegangannya yang tetap, maka arus akan berbanding terbalik dengan besar hambatan yang diberikan. Artinya jika hambatan naik, maka arus akan berkurang. Dan sebaliknya jika besaran hambatan diturunkan, maka arus akan naik.

Pengertian Hukum Ohm

Seperti diketahui pada sejarah singkat hukum ohm, Seorang fisikawan pada tahun 1927 yang bernama Georg Simon Ohm telah banyak melakukan penelitian terhadap hubungan antara kuat arus listrik dan beda potensial, sehingga didapatkan hubungan persamaan antara arus listrik, tegangan listrik dan hambatan listrik.

Pengertian hukum ohm tidak jauh berbeda dengan bunyi hukum ohm. Hukum ohm merupakan hukum yang menyatakan bahwa jika arus listrik yang mengalir terhadap rangkaian akan berbanding lurus dengan tegangan yang mengalir. Namun hambatannya akan berbanding terbalik.

Bunyi hukum ohm

Bunyi hukum ohm adalah sebagai berikut.

Kuat arus yang melalui suatu rangkaian akan berbanding lurus dengan tegangan pada ujung-ujung rangkaian tersebut dan berbanding terbalik dengan hambatan rangkaian.

Rumus hukum ohm

Hubungan antara tegangan listrik (beda potensial), kuat arus listrik dan hambatan listrik secara matematis dapat dituliskan dalam rumus hukum ohm berikut ini:

V = I . R

Rumus dasar hukum ohm

Dimana:
V : Tegangan listrik (Volt)
I : Arus listrik (Ampere)
R : Hambatan listrik (ohm)

Rumus hukum ohm diatas merupakan rumus dasar, yang mana untuk menghitung tegangan listrik (V) cukup dengan mengalikan arus listrik dengan hambatan. Sedangkan untuk menghitung besaran arus listrik (A), berlaku rumus berikut.

I = V / R

Rumus hukum ohm untuk menghitung arus listrik.

Sedangkan untuk menghitung hambatan listrik (ohm) berlaku rumus berikut ini.

R = V / I

Rumus hukum ohm untuk menghitung hambatan.

Dari ketiga rumus diatas, agar lebih memudahkan, hukum ohm dapat diilustrasikan menggunakan lingkaran segitiga sebagai berikut.

Segitiga hukum ohm untuk memudahkan dalam mengingat hukum ohm

Penerapan hukum ohm dalam rangkaian listrik

Penerapan hukum ohm dapat dijelaskan pada rangkaian listrik sederhana. Seperti kita ketahui bahwa rangkaian listrik sederhana terdapat dua jenis, yaitu rangkaian seri dan rangkaian paralel. Misalnya pada rangkaian lampu senter dengan baterai, termasuk rangkaian seri. Baterai termasuk sumber arus, dan lampu sebagai hambatan atau beban.

Dari rangkaian listrik diatas terlihat bahwa sumber arus baterai akan mengalir melalui saklar yang kemudian akan melewati hambatan listrik atau beban. Pada contoh senter, hambatan listrik atau beban ini adalah lampu.

Semakin besar nilai hambatan, maka arus yang diserap akan semakin kecil. Sebaliknya jika nilai hambatan semakin kecil, maka arus yang mengalir akan semakin besar. Namun arus yang mengalir harus sesuai dengan kemampuan beban. Misalnya jika arus yang mengalir besar sedangkan hambatan tidak mampu menerima arus sebesar I, maka dapat dikatakan beban mengalami overload atau dapat merusak komponen beban tersebut.

Pada penerapan dunia elektronika, biasanya perhitungan hukum ohm sering digunakan untuk memperkecil sejumlah arus dan tegangan tertentu menjadi tegangan atau arus yang diinginkan. Ataupun dengan merekayasa nilai hambatan untuk menghasilkan tegangan dan arus tertentu sesuai dengan yang diinginkan pada perancangan rangkaian elektronika.

Contoh soal hukum ohm

Beberapa hal yang harus diingat dalam menghitung hukum ohm adalah satuannya. Satuan dasar dari rumus hukum ohm adalah Volt untuk tegangan, dan Amper untuk arus, dan Ohm untuk hambatan. Jika pada perhitungan digunakan satuan miliVolt (mV), maka satuan arus juga otomatis berubah menjadi miliAmper (mA). Sedangkan satuan hambatan dalam kiloohm atau megaohm harus diubah dulu menjadi satuan dasar ohm. Ini dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan agar hasilnya tidak salah.

Menghitung hambatan listrik (V)

Contoh soal 1:
Diketahui rangkaian listrik diatas memiliki sumber tegangan baterai sebesar 9V, dengan arus yang diserap oleh beban sebesar 500mA. Berapakah nilai hambatan pada beban?

Jawab:
Untuk menghitung hambatan beban, gunakan rumus R = V / I. Sehingga:

R = V / I
R = 9 Volt / 500 mA
R = 9 Volt / 0,5 A (mA diubah ke satuan dasar, yaitu Amper)
R = 18 ohm

Contoh soal 2:
Diketahui pada pengukuran rangkaian listrik nilai arus terukur sebesar 1,5 Amper. Sedangkan sumber tegangan listrik yang diberikan 12 Volt, Rangkaian terhubung pada lampu pijar yang sudah menyala. Berapakah hambatan lampu pijar tersebut?

Jawab:
R = V / I
R = 12 Volt / 1,5 Amper
R = 8 ohm

Menghitung Arus listrik (I)

Contoh soal:
Diketahui pada rangkaian listrik sederhana terdapat sumber tegangan baterai sebesar 12 Volt, kemudian dihubungkan pada sebuah lampu pijar dengan hambatan sebesar 10 ohm. Berapakah arus yang diserap oleh lampu pijar tersebut?

Jawab:
Untuk menghitung arus yang diserap beban, gunakan rumus I = V / R. Sehingga:

I = V / R
I = 12 Volt / 10 ohm
I = 1,2 Amper

Menghitung Tegangan (R)

Contoh soal:
Diketahui sebuah rangkaian listrik sederhana terdiri dari sebuah sumber arus, sebuah saklar dan sebuah lampu pijar. Lampu pijar yang digunakan memiliki hambaran sebesar 25 ohm, Namun sumber arus tidak diketahui berapa Volt tegangannya. Namun pada saat rangkaian dihidupkan, arus yang diserap oleh lampu terukur sebesar 350 mA. Berapakah Tegangan dari sumber arus baterai?

Jawab:
Untuk menghitung tegangan pada rangkaian, gunakan rumus V = I . R. Sehingga:

V = I . R
V = 480 mA . 25 ohm
V = 0,48 A . 25 ohm
V = 12 Volt

Cara membuktikan hukum ohm dengan Praktikum

Hukum ohm adalah sebuah teori persamaan antara tegangan listrik, arus listrik dan hambatan listrik. Namun teori ini dapat dibuktikan dengan melakukan praktek melalui beberapa cara, salah satunya adalah dengan melakukan pengukuran dalam praktikum rangkaian listrik.

Untuk membuktikan teori hukum ohm, dibutuhkan beberapa peralatan dan bahan-bahan seperti alat praktikum instrumentasi pada umumnya. Antara lain sebagai berikut:

  1. Voltmeter
  2. Amperemeter
  3. Ohm-meter
  4. Sumber arus listrik (baterai, power supply)
  5. Resistor variabel (rheostat)
  6. Peralatan pendukung seperti kabel penghubung dan capit buaya.

Setelah peralatan dan komponen disiapkan, susunlah rangkaian listrik sederhana seperti berikut ini:

Pembuktian teori hukum ohm dengan pengukuran rangkaian listrik sederhana

Dari rangkaian listrik diatas merupakan cara untuk membuktikan hukum ohm secara sederhana melalui pengukuran tegangan menggunakan Voltmeter, atau pengukuran arus menggunakan Amperemeter.

Namun khusus untuk pengukuran hambatan dengan ohmmeter, rangkaian harus dalam keadaam mati dan terputus. Artinya pada saat mengukur nilai hambatan rheostat atau resistor variabel, sumber tegangan baterai harus di putuskan.

Cara membuktikan teori hukum ohm melalui praktikum sederhana seperti rangkaian diatas sangat mudah. Misalkan sumber tegangan baterai yang dialirkan sebesar 9 Volt, kemudian rheostat di set sebesar 10 ohm, maka untuk mengetahui arusnya dapat langsung dilihat pada jarum Amperemeter. Kemudian bandingkan hasil pengukuran dengan hasil perhitungan, maka hasilnya akan sangat mendekati.

Namun jika ternyata hasil praktek dengan hasil perhitungan terlampau jauh, maka pasti ada kesalahan jika tidak pada praktikumnya, maka kesalahan terjadi pada perhitungan teorinya. Namun biasanya kesalahan banyak terjadi pada praktikumnya, antara lain, salah menghubungkan kabel, ataupun pada jarum Voltmeter atau Amperemeter yang tidak akurat.

Bagikan artikel ini:
Rida Angga Kusuma

Saya seorang yang menyukai teknologi gadget dan hobi Elektronika.

Tinggalkan komentar